Dalam masa anak, banyak orang yang mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pendidikan anak. Mereka mempunyai peranan yang besar dalam perwujudan potensi anak. Demikian pula cukup banyak orang yang dapat membantu menjadi guru anak berbakat di samping guru di sekolah. Mungkin lebih tepat jika kita menggunakan istilah fasilitator, karena bagi anak berbakat guru hendaknya lebih berfungsi sebagai fasilitator belejar dari pada sebagai instruktur semata – mata.
Istilah fasilitator menunjukan bahwa tanggung jawab akhir untuk belejar haruslah pada anak dalam menemukan dirnya. Namun, fasilitator membantu dan memudahkan anak dalam proses pengembangan dan perwujudan diri. Orang yang dapat menjadi fasilitator anak berbakat bukan hanya guru di sekolah. Mungkin, Einstein tidak pernah mewujudkan potensi dirinya sehingga mencapai keunggulan, andai kata ia tidak mempunyai seorang paman yang melibatkan dalam permainan matematika ketika Einstein masih anak.

 

Biasanya bukan hanya satu fasilitator yang berperan dalam perwujudan potensi anak, akan tatapi beberapa orang yang berpengaruh terhadap belajarnya anak, di samping faktor kesempatan hidup. Artinya, orang-orang yang dekat dengan anak serta membantu anak dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan dapat menjadi fasilitator.
Memupuk keunggulan berarti membantu anak berbakat untuk mewujudkan kemampuan potensial mereka, untuk ini diperlukan pelayanan khusus dan guru yang memiliki karakteristik khusus dan mendapat pelatihan khusus. Guru anak berbakat perlu mendapat persiapan dan pelatihan khusus karena guru tanpa persiapan atau latar belakang khusus, tidak bermiat terhadap pendidikan anak berbakat bahkan dapat bersikap tidak ramah terhadap siswa berbakat. Sebaliknya, guru dengan pengalaman bekerja dalam program khusus untuk anak berbakat atau yang mendapat pelatihan dalam jabatan lebih antusias dalam melaksanakan tugasnya.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
  1. Bagaimanakah upaya guru dalam mengarahkan kreativitas siswa berbakat?
  2. Bagaimana persyaratan guru pengajar siswa berbakat ?
Tujuan yang penulis tetapkan adalah:
  1. Memberikan gambaran upaya guru dalam mengarahkan kreatifitas siswa berbakat;
  2. Mendeskripsikan persyaratan guru pengajar siswa berbakat.
Sedangkan manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
  1. Menambah pengetahuan dan melatih kemampuan analisis penulis dalam penerapan program life skill pada anak berbakat;
  2. Sebagai informasi bagi lembaga yang berkepentingan dalam penerapan program life skill pada anak berbakat.

A.KARAKTERISTIK GURU ANAK BERBAKAT
Semua anak di sekolah membutuhkan guru yang baik, tidak hanya anak berbaka. Guru menentukan tujuan dan sasaran belajar, membantu dalam pembentukan nilai pada anak (nilai hidup, nilai moral, nilai sosial), memilih pengalaman belajar, menentukan metode atau strategi belajar, dan yang paling penting, menjadi model prilaku bagi siswa. Bagaimana pun tidak semua guru dapat mengajar siswa berbakat. Mandell dan Fiscus (dikutip Sisk, 1987) melaporkan hasil penelitian bahwa siswa berbakat dapat bereaksi dengan kemarahan, kebencian, atau kesebalan jika guru menekan mereka.
Bagaimana sebaiknya ciri-ciri guru anak berbakat ? Daftar ciri guru anak berbakat yang dihimpun oleh Davis (dikutip Sisk, 1987) menyebutkan ciri-ciri sebagai berikut sikap demokratis, ramah dan memberi perhatian per orang, sabar, minat luas, penampilan yang menyenangkan, adil, tak memihak, rasa humor, perilaku konsisiten, memberi perhatian terhadap masalah anak kelenturan (fleksibilitas), menggunakan penghargaan dan ujian, dan kemahiran yang luar biasa dalam mengajar subjek tertentu.
Daftar dari Davis ini kemudian dinilai oleh 60 siswa berbakat dari program anak berbakat untuk sekolah menengah. Hasilnya menunjukan bahwa ciri-ciri profesional, seperti minat untuk belajar dan kemahiran dalam belajar dinilai lebih penting daripada ciri seperti penampilan dan sikap yang menyenangkan.
Maker (1982) membagi karakteristik guru anak berbakat menjadi 3 kelompok : filosofis, professional, dan pribadi. Karakteristik filosofi penting karena cara guru memandang pendidikan mempunyai dampak terhadap pendekatan mereka terhadap mengajar. Misalnya, guru yang percaya bahwa penyelenggaraan pendidikan anak berbakat dalam bentuk program ”pull-out”, kelas khusus atau sekolah khusus menciptakan kelompok elite, akan mendekati program seperti itu dengan perasaan negativ dan semangat yang kurang terhadap program anak berbakat. Jika guru memandang keberbakatan meliputi potensi intelektual yang tinggi, pengikatan diri terhadap tugas (taks-commitment), kreativitas, dan prestasi tinggi, mereka akan menggunakan pendekatan kepada anak berbakat dari segi kekuatan, dan cenderung untuk berpusat terhadap bahan mata pelajaran. Sebaliknya guru yang memandang keberbakatan meliput kekuatan dan kelemahan perorangan, pendekatan mereka dalam situasi mengajar berpusat pada siswa berbakat perorangan.
Karakteristik filosofis perlu dipertimbangkan dalam seleksi guru anak berbakat. Sebagai contoh. Seorang kepala sekolah, mengusulkan rencana membuat kelas khusus untuk anak berbakat dalam matematika dan bahasa, yang meliputi baik pengayaan (enrichment) maupun percepatan (akselerasi). Dalam pertemuan guru, tujuan dari program dojelaskan dan kepala sekolah mempersilahkan guru-guru apakah mereka mendukung atau kurang menyetujui rencana tersebut. Dengan memberi kemungkinan untuk memilih, kepala sekolah tidak menempatkan guru dalam konflik. Strom (1983) mengemukakan konflik filosofis lain dapat dialami guru dengan anak berbakat. Guru cenderung berpikir bahwa anak berbakat dapat berhasil dari dirinya sendiri, sehingga tidak perlu diperhatikan. Kadang-kadang guru cenderung berpikir bahwa selama ini anak berbakat mencapai nilai tinggi dan tidak menimbulkan masalah, tidak perlu mempertimbangkan ketidakpuasan dalam memenuhi kebutuhan pendidikan mereka. Akibat dari pertimbangan guru seperti ini ialah bahwa anak berbakat berprestasi dibawah permintaan mereka. Studi yang dilakukan di Low, sebagaimana dilaporkan oleh Strom, menunjukan bahwa 45% dari siswa dengan IQ di atas 130 mencapai nilai rata-rata dibawah C.
Menurut Welborn (dikutip Sisk, 1987) guru dapat mengalami kesulitan filosofis dengan upaya pengembangan kreativitas di dalam kelas dimarahi, dicemoohkan, dan tidak memperoleh tantangan dalam belajar.
Karakteristik profesianal dari guru dapat dikembangkan melalui pelatihan dalam jabatan (in-service training) seperti kemampuan untuk menggunakanketerampilan dinamika kelompok, teknik, dan strategi yang maju (advanced) dalam mata pelajaran tertentu, memberikan pelatihan in-quiry, dan memahami ilmu komputer.Plowman (dalam Sisk, 1987) membeedakan 9 kelompok karakteristik profesional guru anak berbakat, yaitu

  1. assessment anak berbakat,
  2. mengetahui tantang sifat dan kebutuhan anak berbakat,
  3. menggunakan data assessment dalam merencanakan program individual untuk anak-anak berbakat,
  4. mengetahui tentang model kurikulum yang penting untuk pendidikan anak berbakat,
  5. mampu dalm menggunakan dinamika kelompok,
  6. mengetahui tenyang berbagai program untuk anak berbakat, minat, dan komitmen terhadap pembelajaran anak berbakat,
  7. mengetahui tantang aturan dan hukum sehubungan dengan pendidikan anak berbakat,
  8. mengetahui dan mampu untuk membimbing anak dan orang tua mereka, serta
  9. mengetahui tentang kecenderungan dan isu dewasa ini dalam pendidikan anak berbakat.

Karakteristik guru anak berbakat meliputi motivasi, kepercayaan diri, rasa humor, kesabaran, minat luas, dan kelenturan (fleksibilitas). Lindsey (dalam Sisk, 1987) menyimpulkan karakteristik dari guru yang berhasil bekerja dengan anak berbakat, mencakup memahami dan menerima diri sendiri,mempunyai ego, kepekaan terhadap orang lain, minat intelektual di atas rata-rata, serta bertanggung jawab atas perilaku diri sendiri dan akibatnya.Karakteristik lainnya dari guru anak berbakat ialah empati, tenggang rasa orsinilitas, antisiasme, dan aktualisasi diri.
Dari ciri-ciri tersebut dimuka, seperti fleksibilitas, dan orsinlitas, nyata bahwa guru anak berbakat perlu memiliki kreativitas agar dapat memberi tantangan dalam mengajar anak berbakat, serta dapat pula mengembangkan kreativitas siswa. Penelitian yang dilakukan Evita Adnan (1995) mengenai kreativitas dan sikap guru terhadap penerapan pendekatan CBSA dengan prestasi belajar siswa SD, menunjukan hubungan yang bermakna antara kreativitas guru dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar.
Keebrhasilan dalam pengembangan anak berbakat banyak bergantung dari guru yang memiliki keterampilan yang diperlukan, ciri-ciri pribadi, dan filosofis yang menunjukan tujuan program.

B. PERSIAPAN MENJADI GURU ANAK BERBAKAT
Kita dapat membedakan program bergelar untuk persiapan guru anak berbakat melalui pelatihan di Universitas dan lembaga pendidikan tertier lainnya, atau melalui kursus, penataran lokakarya, sebagai pelatihan dalam jabatan.

1. Program Reguler.
Kebanyakan program guru anak berbakat mempersyaratkan kompetisi sebagai berikut:
  1. mengetahui tentang sifat dan kebutuhan anak berbakat,
  2. mempunyai keterampilan dalam mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi,
  3. mengetahui tentang kebutuhan efektif dan kognitif dari anak berbakat,
  4. mempunyai kemampuan untuk mengembangkan pemecahan masalah secara kreatif,
  5. mempunyai kemampuan untuk mengembangkan bahan untuk anak berbakat,
  6. mempunyai kemampuan untukmenggunakan strategi mengajar per orang,
  7. mempunyai kemampuan untukmempertunjukan teknik mengajar yang sesuia,
  8. mempunyai kemampuan untuk membimbing dan memberi konseling kepada anak berbakat dan orang tua mereka, serta
  9. mempunyai kemampuan untuk melakukan penelitian.
2. Pelatihan Dalam Jabatan.
Pelatihan dalam jabatan dapat diberikan oleh sekolah, yayasan, dan sebagainya, dan berbeda dengan program bergelar dalam hal bahwa pelatihan dalam jabatan lebih memberikan pengalaman dengan tujuan-tujuan khusus. Tujuan-tujuan ini meliputi topik-topik seperti keterampilan berpikir tingkat tinggi, komunikasi, dan kemampuan berfikir kreatif, pengembangan keterampilan kepemimpinan, teknik untuk bekerja dengan anak berbakat yang berprestasi dibawah kemampuan, dan mengembangkan strategi untuk mengurangi stres.Pelatihan dalam jabatan dapat diberikan pada masa liburan sekolah atau pada hari-hari tertentu sesudah jam belajar.
Pelatihan dalam jabatan bisa kurang efektif jika dilaksanakan oleh pakar-pakar dari luar dalam bentuk lokakarya, seminar atau proyek jangka pendek, jika tidak ada kesempatan atau waktu untuk tindak lanjut, untuk mengatasi masalah ini Gallagher (1983) mengajukan rencana yang mencakup 3 butir :
  1. Pengukuran atau penilaian kebutuhan.
  2. Kontrak atau persetujuan formal sehubungan dengan waktu dan cara pemberian pelajaran.
  3. Bank narasumber yang menghimpun semua informasi tentang personalia dan sumber yang tersedia.
Sasaran lain agar pelatihan-pelatihan dalam jabatan betul-betul tepat guna disaran kan oleh Renzulli (1977) yaitu pengadaan sistem manajemen intruksional dengan 3 sasaran utama:
  1. memadatkan banyak informasi yang tepat guna dalam waktu pelatihan-pelatihan yang singkat.
  2. Memberikan struktur pengetahuan tentang topik dan strategi mengajar.
  3. Memberikan serangkaian paket lokakarya yang dapat digunakan oleh pelatih lain,
Manfaat dari usulan Gallagher dan Renzulli ialah behwa lokakarya dan seminar dapat memberikan lebih dari informasi awal dan informasi dasr mengenai konsep dan cara untuk belajar berkelanjutan oleh guru anak berbakat dan siswa berbakat.

Program pelatihan guru anak berbakat yang biasanya diberikan, termasuk di Indonesia, secara garis besar meliputi:
  1. Karakteristik dan identifikasi anak berbakat.
  2. Memahami proses kognitif, efektif, psikomotor, dan proses pemikiran tingkat tinggi.
  3. Strategi mengajar dan lingkungan belajar yang sesuai dengan gaya dan minat anak berbakat.
  4. Organisasi penyelenggaraan program.
  5. Evaluasi program.
Juga dianjurkan mengetahui tentang riset dan penerapannya di dalam kelas. Demikian ula kemampuan menampilkan teknik-teknik mengajar.

C. PROGRAM KECAKAPAN HIDUP (Life Skills)
Begitu banyak pengertian tentang pendidikan kecakapan hidup (life skill) yang memiliki otoritas dibidang pendidikan, pelatihan, dan kesehatan. Menurut Broling (1989) ”Life skill adala interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki oleh seseorang sehingga mereka dapat hidup madiri”. Broling mengelompokan life skills kedalam tiga kelompok kecakapan, yaitu: Kecakpan hidup sehari-hari (dailly living skill), kecakapan pribadi (personal/social skill) dan kecakapan untuk bekerja (occupatioal skill).
Yang termasuk dalam kecakapan hidup sehari-hari antara lain pengelolaan kebutuhan pribadi, pengelolaan keuangan pribadi, pengeloaan rumah pribadi, kesadaran kesehatan dan lain-lain.
Kecakapan pribadi/sosial meliputi: kesadaran diri, percaya diri, komunikasi dengan orang lain, tenggang rasa dan kepedulian pada sesama, hubungan antar personal, pemahaman dan pemecahan masalah, menemukan dan mengembangkan kebiasaan positif, kemandirian, dan kepribadian. (depdiknas 2004:3).
Adapun kecakapan bekerja meliputi: memilih pekerjaa, perencanaan kerja, persiapan keterampilan kerja, latihan keterampilan, penguasaan kompetensi, menjalankan suatu profesi, kesadaran untuk menguasai berbagai keterampilan dan lain sebagainya.
WHO (1997) memberikan pengertian bahwa, kecakapan hidup adalah keterampilan/kemampuan ungtuk dapat berpartiisipasi dan berprilaku positif, yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam hidupnya sehari-hari secara efektif. WHO mengkelompokan kecakapan hidup kedalam lima aspek yaitu : (1) kecakapan mengenal diri (self awarness) atau kecakapan pribadi (personal skill), (2) kecakapan sosial (social skill), (3) kecakapan berpikir (thinking skill), (4) kecakapan akademik (academic skill), dan (5) kecakapan kejuruan (vocational skill).
Dengan demikian dapar dirumuskan bahwa hakikat pendidikn keckapan hidup dalam pendidikan di sekolah adalah merupakan upaya untuk meningkat keterampilan pengetahuan, sikap dan kemampuan yang memungkinkan siswa dapat hidup berprinsif dari empat pilar pendidikan yaitu Learning to Know (belajar untuk memperoleh pengetahuan), Learning to Do (belajar untuk dapat bernuat/melakukan pekerjaan), Learning to be (belajar untuk menjadikan dirinya orang yang berguna), dan Learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain.
Pendidikan kecakapan hidup pada dasarnya merupakan upaya pendidikan untuk meningkatkan kecakapan hidup setiap warga negara. Pengertian kecakapan hidup adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.
Kecakapan hidup dapat dipilah menjadi empat jenis, yaitu:
  1. Kecakapan personal (personal skill) yang mencakup kecakapan mengenal diri sendiri, kecakapan berpikir rasional, dan percaya diri.
  2. Kecakapan sosial (sicial skills) seperti kecakapan melakukan kerjasama, bertanggung jawab sosial, dan bertengng rasa.
  3. Kecakapan akademik (academic skills) seperti kecakapan dalam melakukan penelitian, percobaan-percobaan dengan pendekatan ilmiah.
  4. Kecakapan vokasional (vocational skills) adalah kecakapan yang berkaitan dengan suatu bidang kejuruan/keterampilan tertentu seperti dibidang perbengkelan, pertanian, peternakan, produksi barang tertentu.
Keempat kecakapan tersebut dilandasi oleh kecakapan spiritual yakni keimanan dan ketaqwaan, moral, etika dan budi pekerti yang baik sebagai salah satu pengamalan dari sila pertama Pancasila. Dengan demikian pendidikan kecakapan hidup diarahkan pada pembentukan manusia yang berakhlak mulia, cerdas, terampil, sehat, dan mandiri.

D. SIAPA GURU ANAK BERBAKAT
Dalam program pendidikan keberbakatan yang komprehensif dipertimbangkan macam-macam tokoh yang dapat menjadi guru anak berbakat, dan mereka memainkan peranan yang penting dalam program anak berbakat misalnya tokoh-tokkoh masyarakat dapat menjadi mentor, termasuk orang tua anak berbakat yang mempunyai keahlian atau keterampilan tertentu, psikolog dan konselor dapat diminta peran sertanya dalam program anak berbakat. Orang tua anak berbakat dapat dilatih menjadi guru anak berbakat.

1. Mentor Pada Program Anak Berbakat
Hirsch pada tahun 1970-an pertama kali memperkenalkan model penggunaan mentor untuk program anak berbakat pada siswa sekolah menengah. Siswa berbakat ditugaskan untuk mengunjungi mentor atau tokoh pemimpin masyarakat. Disamping itu, mereka menghadiri seminar untuk berbagai pengalaman, pemahaman, dan masalah (Sisk, 1987).
Kebanyakan program mentor direncanakan untuk siswa berbakat pendidikan menengah, tetapi bisa juga untuk anaka berbakat pendidikan dasar.

a. Pengertian Mentor
Seeley (1989) membedakan pengertian mentor pribadi (pesonal mentor) dan mentor sebagai nara sumber (resource mentor). Ditinjau dari segi anak, mentor adalah seseorang yang dikagumi anak dan menjadi model peran dalam salah satu atau berbagai bidang kegiatan, seseorang yang merangsang dan menghargai anak. Mentor pribadi ialah sesorang yang diidentifikasi anak sebagai mentor dan yang mempunyai pengaruh besar.
Ditinjau dari sudut sekolah, mentor anak berbakat adalah yang identik dengan guru yang memanfaatkan tokoh-tokoh dalam masyarakat untuk tujuan memperluas pengalaman belajar anak. Anak ditugaskan oleh guru untuk menghubungi mentor sebagai sumber belajar. Mentor adalah nara sumber, biasanya dari masyarakat, yang dapat memberikan pengalaman pendidikan tambahan dalam salah satu bidang keahlian. Misalnya seseorang analisis komputer, seorang seniman, atau sesorang yang ahli dalam geografi perkotaan. Namun, belum tentu anak melihat mentor nara sumber ini yang ditinjukan oleh guu sebagai mentor pribadi.

Dalam pendidikan anak berbakat kita perlu memahami hubungan mentor dengan anak. Kita perlu menyadari bahwa mentor sebagai nara sumber dapat disebut sebagai mentor untuk tujuan program, tetapi anak mungkin mempunyai mentor pribadi lain yang penting – apakah itu orang tua, anggota keluarga, tetangga, guru atau lainnya. Peranan mentor dalam perkembangan orang dewasa menekankan pentingnya mentor dalam keberhasilan pribadi dan karier.

b. Peranan Mentor
  1. Mentor Pribadi. Sesorang yang dapat menjadi mentor dapat menjadi mentor pribadi bisa seorang guru yang meningkatkan keterampilan dan perkembangan intelektual siswa; bisa seorang sponsor yang menggunakan pengaruhnya untuk membantu kemajuan anak. Mentor bisa juga seseorang yang memperkenalkan dunia baru. Ia dapat memberikan dukungan moral jika siswa mengalami tekanan (stress). Kepribadian anak menjadi lebih kaya karena mentor ini menjadi bagian intrinsik dari diri siswa. Internalisasi dari tokoh-tokoh yang berarti merupakan sumeber utama dalam perekambangan kedewasaan.
  2. Mentor Sebagai Nara Sumber. Program sekolah dapat menunjuk mentor utnuk melengkapi pendidikan anak berbbakat. Mentor ini biasanya sukarelawan dari masyarakat yang mengundang anak berbakat untuk mengunjungi tempat bekerja.
c. Karakteristik
Karakteristik yang penting dari mentor adalah sebagai berikut :
  1. Mempunyai keterampilan, minat, atau kegiatan khusus yang menarik minat siswa.
  2. Mampu membina siswa ke pengalaman pribadi yang bermakna.
  3. Bersikap fleksibel dalam membantu kegiatan siswa.
  4. Merupakan model peran bagi siswa.
  5. Menunjukan minat terhadap siswa sebagai pelajar dan sebagai individu.
Mentor sebagai nara sumber dapat dipilh dari lingkungan uneversitas atau akademi setempat. Pada program mentor di Purdue, pilihan mentor disesuaikan dengan kebutuhan dan minat anak berbakat. Biasanya seorang mentor mempunyai dua sampai empat anak didik. Mentor yang dipilih mengikuti program pelatihan sehingga, mentor menjadi peka terhadap kebutuhan anak berbakat dan mampu menjalin hubungan yang berkualitas dengan siswa.
Kemungkinan sumber mentor lainnya yang masih kurang dipertimbangkan adalah mereka yang lanjut usia., atau yang purnawirawan. Banyak pensiunan yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang bermanfaat bagi siswa yang berbakat. Keuntungan lainnya, orang yang sudah pensiun mempunyai lebih banyak waktu untuk ssiswa berbakat daripada mentor yang masih terlibat dalam pekerjaan sehari-hari.
Salah satu kemungkinan masalah dengan program mentor ialah bila ia, meskipun seorang pakar atau pemimpin - tidak memiliki kemampuan untuk berhubungan secara efektif dengan siswa berbakat. Mereka mungkin tidak pernah memperoleh pendidikan atau pelatihan sebagai guru. Meskipun demikian, siswa berbakat bisa mendapat banyak manfaat dari pengalamannya dengan mentor. Kunjungan ke perusahaa, pabrik, bank, laboratorium sains, rumah sakit, dan lain-lain, bermakna untuk mengamati dinamika dalam salah satu bidang keahlian dan kepemimpinan.

d. Hubungan Mentor dengan Siswa
Boston (dikutip oleh sisk, 1987) menganalisi hubungan antara mentor dan siswa berbakat, dan menyimpulkan :
  1. Program mentor dalam pendidikan anak berbakat haruslah berakar dalam belajar eksperimental.
  2. Baik mentor maupun siswa berbakat melibatkan diri dalam komitmen dwi rangkap .(dual comitment).
  3. Program mentor untuk siswa berbakat haruslah berakhir terbuka dalam arti memberi kemungkinan untuk mempertimbangkan berbagai kemungkinan pemecahan masalah.
  4. Instruksi dan evaluasi haruslah berdasarbkan kompetensi.
2. Orang Tua
Delp dan Martinson (dikutip Feldhusen et.al, 1989) memberi saran bagaimana sekolah dapat melibatkan orang tua berbakat antara lain :
  1. Orang tua memberi informasi mengenai anaknya untuk membantu menentukan minat, kemampuan, kebutuhan, dan perkembangan anak berbakat.
  2. Orang tua membantu guru dalam menyelenggarakan proyek individu, program mentor, kelompok monat khusus, dan karya wisata.
  3. Orang tua berperan serta dalam panitia penasehat untuk masalah anak berbakat.
Ini hanya beberapa gagasan untuk menciptakan iklim agar orang tua berperan serta dalam pelayanan pendidikan anak berbakat. Mendengar pendapat orang tua dan mendapat dukungan mereka akan mempunyai dampak yang bermakna terhadap pengembangan potensi anak.

3. Psikolog
Psikolog dapat membantu dalam mengembangkan kesempatan pelatihan intensif untuk guru anak berbakat, dengan membantu guru lebih memahami sifat dan kebutuhan anak berbakat, mengembangkan metod yang mendorong pertumbuhan kreaaativitas harga diri, dan rasa ingin tahu. Psikolog dapat mendukung program anak berbakat dengan membantu orang tua menghadapi kebutuhan dan minat khusus anak berbakat, membantu mengidentifikasi anak berbakat dan menyusun program utuk kelompok-kelompok khusus dari anak berbakat, seperti anak berbakat yang berbeda dalam kedudukan yang tidak menguntungkan, misalnya yang cacat. Dengan bantuan psikolog dalam mengembangkan profil kebutuhan individu anak berbakat, guru dapat mengembangkan rencana pendidikan yang lebih sesuai (Sisk, 1987).
Ahli psikometri yaitu psikmolog yang mempunyai keahlian khusus dalam pengukuran psikologis, dapat membantu guru keelas, pempimpin sekolah, orang tua, dan konselor dengan memberikan informasi khu sus tenta perilaku anak berbakat. Perilaku individu anak berbakat selama testing mencerminkan perilakunya secara menyeluruh. Baik derajat keuletan, kerjasama, dan prakarsa anak berbakat, maupun perilaku tes dalam bidang keterampilan seperti mencipta, menilai, memilih, berkomunikasi, menemukan, dan lain-lain, berguna, untuk memperoleh pandangan menyuluruh tentang tingkat kemampuan dan fungsi siswa berbakat.
Konselor
Anak berbakat biasanya jarang mendapat layanan bimbingan dan konseling karena dua alasan (Van Tassel-Baska, 1983), yaitu : a) banyak pendidik berpendapat bahwa konseling terutama adalah untuk siswa bermasalah,dan b) kurangnya personalia yang terlatih untuk dapat melayani kebutuuhan konseling anak berakat.
Konselor dapat membantu siswa berbakat untuk belajar lebih memahami diri sendiri dan untuk belajar lebih baik dalam menentukan mata pelajaran pilihan maupun dalam bidang pilihan karier. Cara yang berhasil ialah mengadakan sidang bersama antara orang tua, guru, dan konselor.
Guru siswa berbakat perlu menyadari bahwa kurikulum anak berbakat harus berdiferensiasi, mengingat keragaman bakat, minat, dan kemampuan anak berbakat. Penting pula adanya dialog dan kerja sama antar pihak sekolah, keluarga dan masyarakat. Utuk mencapai ini disarankan pengembangan program dengan memanfaatkan anggota masyarakat, museum, institut dan universitas, dan siswa-siswa lain sebagai kerangka organisasi. Pendekatan secara menyeluruh ini memberikan lebih banyak kesempatan untuk semua siswa, termsuk siswa berbakat, untuk mencapi keunggulan.

E. MEMBANGKITKAN KREATIVITAS SISWA
Guru mempunyai dampak yang besar tidak hanya pada prestasi pendidikan anak, tetapi juga pada sikap anak terhadap sekolah dan terhadap belajar pada umumnya. Namun, guru juga dpat melumpuhkan rasa ingin tahu alamiah anak, merusak motivasi, harga diri, dan kreativitas anak. Bahkan guru-guru yang sangat baik (atau yang sangat buruk) dapat mempengaruhi anak lebih kuat dari pada orang tua. Mengapa ? karena guru lebih banyak kesempatan untuk merangsang atau menghambat kreativitas anak dari pada oang tua. Guru mempunyai tugas mengevaluasi pekerjaan, sikap, dan perilaku anak.
Pertanyaan yang sering timbul ialah, dapatkah guru mengajar kreativitas ? berbicara dalam istilah model Titik Pertemuan Kreativitas menurut Amabile (1989), guru dapat melatih keteram seni. pilan bidang penegtahuan dan keterampilan teknis dalam bidang khusus, seperti bahasa, matematik atau seni. Pada umumnya orang melihat ini sebagi pekerjaan dan tugas guru. Sampai batas tertentu, guru juga dapat mengajar keterampilan kreatif – cara berpikir menghadapi msalah secara kreatif, atau teknik-teknik untuk memunculkan gagsan-gagasan orisinil. Keterampilan seperti ini dapat diajarkan secara langsung, tetapi paling baik disampaikan melalui contoh.
Tetapi bagaiman dengan koomponen ketiga dari kreativitas – motivasi instrinsik ? tidak mungkin untuk secara langsung mengajarkan motivasi, untjuk mengatakan kepada anak agar bermotivasi instrinsik, tetapi guru dapat menjadi model dari motivasi instrinsik dengan mengungkapkan secara bebas rasa ingin tahunya, minatnya, dan tantangan pribadi untuk memecahkan suatu masalah atau melakukan suatu tugas. Namun, cara yang paling penting untuk mendorong motivasi intrinsik di sekolah adalah dengan membangun lingkungan kelas yang bebas dari kendali-kendala yang merusak motivasi diri.
Harus kita akui, bahwa dalam kenyataan guru tidak dapat mengajarkan kreativitas, tetapi ia dapat memungkinkan kreativitas muncul, memupuknya,, dan merangsang pertumbuhannya.

a. Sikap Guru
Cara yang paling baik untuk mengembangkan kreativitas siswa adalah dengan mendorong motivasi intrinsik. Semua anak harus belajar semua bidang keterampilan di sekolah, dan banyak anak memperoleh keterampilan kreatif melalui model-model berpikir dan bekerja kreatif, tetapi sedikit sekali anak yang dapat mempertahankan motivasi intrinsik di sekolah dengan sistem yang diterapkan.
Motivasi intrinsik akan tumbuh, jika guru memuungkinkan anak untuk bisa diberi otonomi sampai batas tertentu di kelas. Berapa penelitian menugaskan anak mmembaca teks ilmu pengetahuan sosial dengan tiga cara instruksi yang berbeda : a) tidak diarahkan (non-directed), b) tidak diawasi tetapi diarahkan (not controlling but directed), dan c) diawasi dan diarahkan (controlling and directed).
Instruksi yang tidak diarahkan dirancang untuk memberikan snsk psling bsnysk otonomi dalam membaca teks tersebut, misalnya : ”Setelah selesai saya akan memberikan beberapa pertanyaan sama seperti yang sudah saya ajukan mengenai teks yang lain”.
Anak-anak baru saja membaca teks yang lain dan menjawb pertanyaan tentang minat, kesenangan, dan perasaan tertekan ketika membaca teks tersebut. Dengan kata lain, anak dalm kondisi tidak diarahkan tidak mengharapkan bahwa mereka akan di uji pada teks yang kedua.

Intruksi yang tidak mengawasi tetapi mengarahkan dirancang untuk memberikan anak otonomi tingkat tinggi digabung dengan intruksi khusus: ”Setelah selesai saya akan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai teks itu; ini bukan teks dan kau tidak akan dinilai. Saya hanya berminat mengetahui apa yang kau dapat ingat setelah membaca teks itu. Bacalah dengan cara yang paling baik untukmu”.
Terakhir, intruksi mengawasi dan mengarahkan betul-betul membatasi otonomi anak. Dalam kondisi ini, mereka diberi tahu persisi apa yang diharapkan oleh guru mereka: ”Setelah selesai asaya akan mengujimu. Saya ingin melihat seberapa banyak yang kau ingat. Kau harus bekerja sekeras mungkin karena saya akan menilaimu untuk melihat apakah kau belajar dengan sungguh-sungguh”.
Dalam ketiga kondisi yang berbeda itu anak-anak kemudian diuji sejauh mana mereka mengingat bahan yang diberikan dan sejauh mana mereka belajar konseptual mengenai gagasan-gagasan dalam teks. Disamping itu, anak-anak mengisi daftr pertanyaan yang mengukur minat mereka dalam membaca teks, perasaan tekanan dan ketegangan ketika membacanya, dan perasaan mereka ketika membuat tes.
Hasil-hasilnya menakjubkan: anak-anak yang diberi otonomi menunjukan lebih banyak motivasi internal, ketegangan kurang, dan belajar konseptual yang lebih baik. Ini tidak berarti bahwa anak tidak perlu diberi pengarahan sama sekali. Secara keseluruhan, anak-anak dalam kondisi tidak diawasi tetapi diarahkan mencapai yang terbaik, mereka menunjukan minat, tetapi tidak merasa tertekan atau tegang, dan prestasi mereka baik, pad ”rote learning” dan pada belajar konseptual.
Dalam studi lain, anak-anak yang melihat ruang kelas mereka menunjang juga lebih tinggimmotivasi intristinknya untuk belajar di sekolah. Melihat dirinya sebagai lebih kompeten di sekolah dan mempunyai harga diri yang lebih tinggi daripada anak-anak yang melihat lingkungan kelas mereka sebagai mengawasi.
Dengan perkataan lain, pendekatan yang terbaik tampaknya aadalah anak diarahkan ke tujuan keseluruhan, tetapi didorong untuk belajar dengan cara yang menurut mereka terbaik. Penekanannya selalu adalah pada belajar, dan tidak pada penilain.
Guru macam apa yang cenderung untuk berorientasi terhadap otonomi anak menggunakan pendekatan memberikan gagasan, saran, dan bimbingan, tetapi tidak memberikan jawaban dan petunjuk eksplisit – dan hasilnya anak-anak sangat kreatif. Guru banyak memberikan materi dan dorongan kepada anak untuk bekerja bersama bila mungkin dan perlu, tetapi ia menekankan bahwa setiap anak mempunyai bakat dan kekuatannya sendiri-sendiri.

b. Falsafah Mengajar
Falsafah mengajar yang medorong kreativitas anak secara keseluruhan, adalah sebagai berikut :
  1. Belajar adalah sangat penting dan sangat menyenangkan.
  2. Anak patut dihargai dan disayangi sebagai pribadi yang unik.
  3. Anak hendaknya menjadi pelajar yang aktif. Mereka perlu didorong untuk membawa pengalaman, gagasan, minat,dan bahan mereka ke kelas. Mereka dimungkinkan untuk membicarakan bersama dengan guru mengenai tujuan bekerja/belajar setiap hari, dan perlu diberi otonomi dalam menentukan bagaimana mencapainya.
  4. Anak perlu merasa aman nyaman dan dirangsang di dalam kelas. Hendaknya tidk ada tekanan dan ketegangan.
  5. Anak harus punya rasa memiliki dan kebanggaan di dalam kelas. Mereka perlu dilibatkan dalam merencang kegiatan belajar dan boleh membawa bahan-bahan dari rumah.
  6. Guru merupakan nara sumber, bukan polisi atau dewa. Anak harus menghormati guru, tetapi merasa aman dan nyaman dengan guru.
  7. Guru memang kompeten, tetapi tidak perlu sempurna.
  8. Anak perlu merasa bebas untuk mendiskusikan masalah secara terbuka baik dengan guru maupun dengan teman sebaya. Ruang kelas adalah milik mereka juga dan mereka berbagi tanggung jawab dalam mengaturnya.
  9. Kerjasama selalu lebih dari pada kompetisi.
  10. Pengalaman belajar hendaknya dekat dengan pengalaman dari dunia nyata.

c. Pengaturan Ruang Kelas
Perbedaan yang mencolok dalam gaya pengaturan kelas sekitar tiga puluh tahun yang lalu adalah antar kelas ysng ”terbuka” dan yang ”tradisional”. Pada umumnya kelas terbuka mempunyai struktur yang tidak kaku, kurang ada tekanan terhadap kinerja siswa, dan lebih banyak pada perhatian individual. Gerakan kelas terbuka yang diprakarsai seputar tahun 1960 dinyatakan sebagai cara yang baik untuk memupuk belajar yang bermakna dan kreativitas pada anak.
Manfaat yang penting dari kelas terbuka adalah penekanannya pada pembelajaran yang individualized. Anak akan belajar lebih baik jika tingkat dan kecepatan kurikulum disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan anak. Gaya belajar anak pun berbeda-beda.

d. Strategi Mengajar
Dalam kegiatan mengajar sehari-hari dapat digunakan sejumlah strategi khusus yang dapat meningkatkan kreativitas.

1. Penilaian
Penilaian guru terhadap pekerjaan murid menurut Amabile (1989) mungkin merupakan pembunuhan kreativitas paling besar.Apa yang dapat dilakuka guru ?

Pertama, memberikan umpan balik yang berarti dari pada evaluasi yang abstrak dan tidak jelas. Kedua, melibatkan siswa dalam menilai pekerjaan mereka sendiri dan belajar dari kesalahan mereka. Ketiga, penekannya hendadknya terhadap ”Apa yang telah kau pelajari ?” dan bukan pada ”Bagaimana kau melakukannya”.
Menurut model pendidikan tradisional, guru memberikan tugas dan tes kepada siswa yang dikoreksi dan dikembalikan dengan nilai dan tanda-tanda pada jawaban yang salah. Pada waktu-waktu tertentu siswa membawa pulang buku rapor dengan nilai untuk setiap subjek. Kemudan setahun sekali orang tua datang untuk pertemuan dengan guru guna membicarakan kemajuan siswa.
Pengawasan atau memonitor sering dilakukan dalam model pendidikan yang tradisional. Dalam model motivasi intrinsik dan kreativitas, anak sebagian besar brtanggung jawab untuk memonitor sendiri pekerjaan mereka. Guru memberikan mereka tujuan dalam bidang tertentu yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu, tetapi anak mempunyai otonomi untuk menentukan bagaimana menyelesaikan tujuan belajar, dan mereka bertanggung jawab mengatur langkah-langkah kemajuan mereka.

b. Hadiah
Anak senang menerima hadiah dan kadang-kadang melakukan segala sesuatu untuk memperolehnya. Cukup banyak penelitian menunjukan bahwa jika anak terpusat untuk mendapatkan hadiah sebagi alasan untuk melakukan sesuatu, maka motivasi intrnsik dan kreativitas mereka akan menurun.
Hadiah yang terbaik untuk pekerjaan yang baik adalah yang tidak berupa materi (intangibel), seperti senyuman atau anggukan, kata penghargaan, kesempatan untuk menampilkan dan mempresentasikan pekerjaan sendiri, dan pekerjaan tambahan.

c. Pilihan
Sedapat mungkin, berilah kesempatan anak untuk memilih. Misalnya boleh memilih topik karangannya sendiri. Dalam pelajaran sains anak dapat memilih eksperimen mana yang akan dilakukan. Kreativitas tidak akan berkembang jika anak hanya dapat melakukan sesuatu dengan satu cara. Berilah kegiatan belajar yang tidak berstruktur dalam struktur tertentu. Mereka memerlukan batasan dan garis besar dalam mengerjakan suatu tugas. Tetapi didalam batas-batas ini, hendaknya mereka dimungkinkan untuk membuat pilihan.

F. KESIMPULAN
Berdasarkan pada uraian di atas penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
  1. Sisiwa berbakat memerlukan guru yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan guru yang mengajar pada siswa yang tergolong pada siswa rata-rata.
  2. Syarat yang harus dipenuhi oleh guru siswa berbakat adalah persyaratan guru ditambah dengan persyaratan lain yang sesuai dengan tuntutan kreatifitas siswa berbakat.
  3. Siswa berbakat pada umumnya lebih mengutamakan kreatifitas siswa dibandingkan dengan pola pemberian materi yang konvesional.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Adnan, Evita. 1995. Kreativitas dan Sikap Guru Terhadap Penerapan CBSA dengan Prestasi Belajar Siwa SD. Tesis Magister. Jakarta : Universitas Indonesia.
  2. Bahri. D, Syaiful. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta.
  3. Munandar, Utami. 1999. Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat. Jakarta : Rineka Cipta.
  4. --------, 1983.”Memandu dan Memupuk Bakat: Suatu Tantangan bagi Pendidikan di Indonesia”. Pidato pengukuhan dalam jabatan guru besar tetap pada fakultas psikologi Universitas Indonesia, Jakarta : Universitas Indonesia Press.
  5. Sisk, D. 1987. Creative Teaching Of The Gifted. New York : McGrawn Hill.

Sumber : http://russamsimartomidjojocentre.blogspot.com/2009/05/pendidikan-anak-berbakat.html