Oleh,
Khairul Bariyyah*)

Salah satu pendekatan konseling dan psikoterapi yang dipengaruhi oleh pemikiran postmodern adalah pendekatan Solution Focused Brief Therapy (SFBT). Dalam beberapa literatur pendekatan SFBT juga disebut sebagai Terapi Konstruktivis (Constructivist Therapy), ada pula yang menyebutnya dengan Terapi Berfokus Solusi (Solution Focused Therapy), selain itu juga disebut Konseling Singkat Berfokus Solusi (Solution Focused Brief Counseling) dari semua sebutan untuk SFBT sejatinya semuanya merupakan pendekatan yang didasari oleh filosofi postmodern sebagai landasan konseptual pendekatan-pendekatan tersebut.

Banyak tokoh yang memberikan konstribusi terhadap perkembangan SFBT sejak tahun 1970an seperti Steve de Shazer, Bill O'Hanlon, Michele Weiner-Davis, dan Insoo Kim Berg. Pertama kali tulisan tentang brief therapy ada pada tahun 1970an dan awal 1980an dan yang memberikan konstribusi penting adalah Richard Fisch, John Weakland, Paul Watzlawick, dan Gregory Bateson yang bekerja pada Mental Research Institute di Palo Alto, California (Fisch, Weakland, & r Se gal, 1982 dalam Seligman,L. 2006).

Banyak pendekatan-pendekatan konseling lain juga memberikan konstribusi penting terhadap SFBT seperti Brief psychodynamic psychotherapy, Behavioral dan terapi cognitive-behavioral, Single Session Therapy serta Family therapy. Pendekatan-pendekatan ini lebih memfokuskan bagaimana masalah klien bisa diatasi dan kurang memperhatikan sejarah masa lalu klien.

Pada tahun 1980-an dan 1990-an, Steve de Shazer (1985, 1988), Insoo Kim Berg (Dejong & Berg, 2002), O'Hanlon Bill, dan Michele Weiner-Davis (O'Hanlon &-Weiner Davis, 1989; Weiner-Davis , 1992) juga memberikan kontribusi penting untuk SFBT. Namun Solution Focused Brief Therapy (SFBT) pertama kali dipelopori oleh Insoo Kim Berg dan Steve De Shazer. Keduanya adalah direktur eksekutif dan peneliti senior di lembaga nirlaba yang disebut Brief Family Therapy Center (BFTC) di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat pada akhir tahun 1982.

Insoo Kim Berg adalah tokoh terapi yang berorientasi solusi yang sangat berpengaruh. Ia memulai karya-karyanya pada pertengahan tahun 1980an hingga kini ia telah menerbitkan buku-buku dan rekaman video tentang pendekatan berfokus solusi. Sebagai seorang Amerika yang bertanah air Korea, Insoo Kim Berg mengembangkan pengaruh warisan budaya timur dari nenek moyangnya dengan pengalaman pelatihan sebagai pekerja sosial di barat. Hasilnya adalah sebuah pendekatan psikoterapi yang merupakan perpaduan kreatif antara menumbuhkembangkan kesadaran dan proses membuat pilihan perubahan.

O'Hanlon dan Weiner-Davis dipengaruhi oleh karya de Shazer dan Berg, juga memberikan konstribusi yang disebut solution-oriented brief therapy. Therapy mereka membantu orang untuk fokus pada tujuan masa depan. O'Hanlon dan Weiner-Davis tidak peduli dengan bagaimana permasalahan muncul atau bagaimana mereka dipertahankan tetapi hanya peduli dengan bagaimana masalah itu akan dipecahkan. Dengan membuat gambaran dari apa yang mungkin akan dilakukan untuk meningkatkan kesadaran akan potensi mereka dan berusaha mengubah sudut pandang dan tindakan klien sehingga mereka dapat menemukan solusi.

Secara filosofis, pendektan SFBT didasari oleh suatu pandangan bahwa sejatinya kebenaran dan realitas bukanlah suatu yang bersifat absolute namun realitas dan kebenaran itu dapat dikonstruksikan. Pada dasarnya semua pengetahuan bersifat relatif karena ia selalu ditentukan oleh konstruk, budaya, bahasa atau teori yang kita terapkan pada suatu fenomen tertentu. Dengan demikian, realitas dan kebenaran yang kita bangun (realitas yang kita konstruksikan) adalah hasil dari budaya dan bahasa kita. Apa yang dikemukakan tersebut merupakan beberapa pandangan yang dilontarkan oleh para penganut konstruktivisme sosial yang mengembangkan paradigmanya berdasarkan filosofis postmodern. Dalam perspektif terapeutik, konstruktivisme social merupakan sebuah perspektif terapeutik dengan suatu pandangan postmodern yang menekankan pada realitas konseli tanpa memperdebatkan apakah hal tersebut akurat atau rasional ( Weishaar, 1993 dalam Corey 2005). Artinya bahwa pandangan postmodern melihat bahwa pengetahuan hanya sebuah konstruksi sosial saja.

Bagi orang-orang konstruksionisme sosial, realitas didasarkan pada penggunaan bahasa dan umumnya merupakan fungsi situasi dimana orang-orang itu sendiri tinggal. Contohnya ketika seseorang merasa depresi, maka seketika itu dia mendefinisikan atau dia adopsi bahwa dirinya sedang depresi. Ketika sebuah definisi tentang diri telah diadopsi, akan sulit bagi individu tersebut untuk mengenali adanya perilaku yang berlawanan dengan definisi tersebut; contoh, sulit bagi seseorang yang menderita depresi untuk menyadari dan menghargai adanya masa-masa didalam hidupnya dimana suasana hati/mood merasa baik atau senang (Corey,2005:385)

Dalam pemikiran postmodern, bahasa dan penggunaannya menciptakan makna dalam cerita-cerita yang disampaikan oleh individu. Dengan demikian akan terdapat banyak sekali makna-makna cerita sebanyak orang-orang menceritakan kisah tersebut dan masing-masing cerita tersebut benar bagi orang yang menceritakannya. Pemikiran postmodern tersebut memberikan dampak terhadap perkembangan teori konseling dan psikoterapi serta mempengaruhi praktik konseling dan psikoterapi kontemporer.

Khairul Bariyyah*) Penulis saat ini sedang menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Universitas Malang